D'Angel Notes
Minggu, 23 Februari 2014
Kamis, 20 Februari 2014
True Love ?
Ayana mendenguskan napas kasar. Sudah hampir 2 jam
dia menunggu, Doni-pacarnya, ditaman ini. mereka berjanji bertemu jam 8 disini,
mereka akan mengisi libur akhir pecan mereka dengan bermain ditaman hiburan.
Namun, sekarang sudah hampir pukul 10, dan laki-laki itu belum datang juga.
“Ayana…?”
panggilan seorang laki-laki, membuat gadis manis berambut hitam panjang itu
menoleh. Dia, sudah berharap sosok itu adalah Doni, dia juga sudah siap untuk
memarahi laki-laki itu karna keterlambatannya. Tapi, keningnya seketika
berkerut saat didapatinya orang lain. Orang yang tidak diharapkannya untuk saat
ini.
“Dewa
? Kamu ngapain disini ?” Ya, laki-laki itu adalah Dewa. Teman sekolahnya dan
Doni. Namun, bukan itu masalahnya. Dewa memiliki perasaan pada Ayana, bahkan
pernah menyatakannya. Tapi, karena Ayana menyukai Doni dan juga alasan lainnya,
dia menolak Dewa. Tak terhitung sudah berapa kali Dewa mengatakan perasaannya
pada Ayana. Tapi, tetap saja hanya Doni yang mampu mencairkan gunung es yang
berada dihati gadis itu.
Kini pun, mereka hanya sebatas teman. Walaupun
sebenarnya, perasaan itu tak pernah hilang dari hati Dewa.
“
Ini kan taman umum, Ay. Jadi, nggak apa-apa dong aku kesini.” Jawab Dewa seraya
tersenyum. Ayana hanya membasnya dengan senyuman kecil.
“Kamu
sendiri kenapa disini? Dan kayaknya gelisah amat” Ayana menarik napas pelan.
“Aku
nungguin, Doni, kami janjian disini mau pergi jalan. Tapi, dia belum datang
juga sampe sekarang.” Ayana kembali tersenyum kecil. Namun, tersirat kekecewaan
disana.
“Kenapa
nggak kamu hubungin aja?”
“Udah
kucoba berkali-kali. Tapi, nggak diangkatnya.” Dewa menggeram pelan. Dia tak
habis pikir dengan sikap Doni yang membiarkan Ayana menunggu. Bagaimana pun,
Dewa tetap ingin gadis yang disayangnya bahagaia dan tersenyum walaupun bukan
bersama dia. Dan dia benci melihat Ayana yang seperti ini, khususnya kepada
orang yang membuatnya begini. Doni. Tiba-tiba ponsel yang sedari tadi berada
ditangan Ayana berdering.
“Doni,
De…” ujar Ayana pelan.
“Angkatlah,
Ay.” Ayana pun menempelkan benda persegi itu di telinganya.
“Hallo,
Don. Kamu dimana?”
“…”
“Hmm,
gitu. Iyadeh nggak apa-apa. Bisa lain kali kok.”
“…”
“Iya,
semoga urusanmu cepat selesai ya.” Sambungan telepon telah terputus. Kini Ayana
kembali menghela napas dan menatap ponselnya kosong. Dewa hanya menunggu Ayana
membuka suara. Meskipun dia tau apa yang terjadi.
“Dia
nggak jadi datang. Ada urusan keluarga.” Ayana tersenyum getir. Dewa semakin
geram pada Doni. Dia telah rela dan menerima Ayana bersama Doni, dengan harapan
Ayana bahagia dan bisa selalu tersenyum. Tapi, dia sudah membuat Ayana kecewa
dan bersedih.
Dewa
pun tahu, walaupun Ayana tak bercerita padanya, ini bukan yang pertama kalinya
Doni mengecewakannya, membuatnya menunggu, bahkan membuatnya sakit hati.
Dewa memandangi Ayana yang larut dalam lamunannya.
“Jalan sama aku aja,
Ay” ujar Dewa setelah hening yang cukup lama. Mata hitam bulat miliknya menatap
Dewa, terlihat keraguan disana. Melihat tatapan keraguan dimata Ayana, Dewa pun
mengerti dan kembali tersenyum.
“Cuma
jalan sebagai teman.” Tambah Dewa.
***
Seminggu
berlalu setelah kejadian itu. Weekand yang seharusnya Ayana habiskan bersama
Doni, dilaluinya bersama dengan Dewa.
Menurut Ayana Dewa tak berubah. Tetap perhatian
seperti dulu, sama seperti dulu saat Dewa masih melakukan pendekatan padanya.
Ayana tak tahu entah itu hanya karna Dewa masih berharap padanya atau tidak.
Karena
perhatian yang diberikan Dewa padanya, membuat kekecewaannya pada Doni lenyap,
begitu pula pikirannya tentang laki-laki itu. Gadis itu merasa Dewa selalu ada
saat dia dalam masalah. Masalah apapun, termasuk ketika masalahnya dengan Doni.
Dewa selalu menghiburnya.
“Na,
mikirin apa?” panggilan Fara-sahabatnya, membuyarkan lamunan Ayana. Ayana
tersenyum pada sahabatnya itu. Sahabatnya yang selalu menjadi tempatnya
mencurahkan cerita dan semua rahasianya.
“Cuma
lagi mikir aja, Far. Apa yang perhatian bisa kalah sama yang disayang?” Fara
melotot kaget mendengar perkataan sahabatnya itu.
“Doni
dan Dewa?” tanyanya, Ayana mengangguk. Matanya menatap kosong lapangan basket
didepannya.
Fara menghela napas pelan, iba melihat sahabatnya
itu. Sebenarnya, ia juga telah menasehati dan memarahi Doni, yang notabene
teman sekelasnya itu. Tentang hubungannya dengan Ayana. Dia juga ingin
menceritakan pada Doni tentang Dewa. Namun, Ayana selalu melarang dan
mengancamnya. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan Ayana hingga tak mau Fara
bercerita tentang Dewa pada Doni.
“Kita
nggak tahu apa yang bakalan terjadi besok, Na” ujar Fara.
“Iya, Far. Bisa aja kan, rasa untuk
Doni beralih pada Dewa. Saat itu terjadi nanti, kita semua bakal ngerti dimana
kesalahan kita, dan akhirnya Cuma ada penyasalan.”
Langganan:
Postingan (Atom)